Saturday 20 September 2014

The real deal.

Ukhuwwah bukan sekadar manis dibibir, teori untuk di bahas dan dibentangkan, dijadikan bahan untuk bercerita sahaja.

Malah lebih dari itu, terjelma pada perbuatan dan kelakuan, diterjemahkan kepada peribadi dan karakter termasuklah tatacara interaksi kita dengan orang lain, dimana kita melebihkan orang lain dari kepentingan diri sendiri tanpa membangkitkan hal-hal tersebut dihadapannya atau sesiapapun.

Di mana hilangnya nilai itsar, yakni perbuatan mengutamakan kehendak, keperluan, kepentingan orang lain dari diri kita sendiri? Adakah kita sanggup menyusahkan diri kita sendiri untuk mempermudahkan urusan orang lain? Pada hematku, perkara ini tidaklah tertakluk pada benda-benda materialistik, apatah lagi bila menyentuh tentang amalan-amalam dalam islam.

Dengan itu, apabila berkata tentang itsar, tidak semestinya bersifat materialistik sahaja seperti barang, duit, makanan dan sebagainya, malah lebih luas dari itu sehinggakan kita bergadai tenaga, waktu dan emosi.

Dan bila aspek-aspek tadi terlibat, maka itulah ujian buat kita, untuk bersabar, untuk melatih dan memupuk kasih sayang antara sesama muslim malah sesama manusia, meskipun kita juga dalam kesusahan dan kesempitan, orang lain diutamakan malah orang yang kita tidak kenali dengan lebih dekat.

Disinilah kita boleh lihat betapa teguh atau tidak iman kita. Apakah kita benar-benar beriman dengan Allah dan ganjaranNya, beriman dengan pembalasan hari akhirat, beriman ingin berpeluang mendapat redhaNya, berpeluang untuk menatap wajah Rabbul Alamin.

Lebih dari itu, sebenarnya kita tidak perlu sentuh pun tentang ukhuwwah melalui perbicaraan kita, melalui kata-kata manis, sajak-sajak dan puisi yang tersohor dan dikenal merata alam siber walhal lebih mudah dan lebih menggugah pabila kita menterjemahkannya dalam kelakuan dan perbuatan, dalam amalan seharian, dalam tingkahlaku dan doa, dalam kesabar memberi lebih dari apa yang kita punyai.

Terkadang, atau mungkin selalu, akhlak itu lebih penting meskipun kalau sikit atau banyak ilmu, miskin atau kaya, sihat atau sakit, dan lain-lain yang bersifat kontradiktif satu sama lainnya. Penekanan pada interaksi dengan manusia kurang difokuskan melainkan lebih kepada penekanan ilmu sehinggakan orang tidak melihat kepada apa yang disampaikan walhal melihat pada siapa yang menyampaikan dan bagaimana mesej itu disampaikan.

Akibatnya, walaupun mesej yang ingin dijelaskan itu benar dan shahih, namun tidak memberi apa-apa efek kalau caranya itu membuat penerima mesej tersebut lebih merasa terkutuk dari dibela dan diselamatkan.

Penerimaan itu lebih bermakna bila kita menggunakan elemen kasih sayang, apatah lagi dengan "ukhuwwah fillah abadan abada".

Walk the talk, my brothers, WALK, the talk.

No comments:

Post a Comment